General Introduction

Cassier, Maurice; Corrêa, Marilena

doi:10.1007/978-3-319-76834-2_1

Cited by 2 publications

(2 citation statements)

References 19 publications

Supporting

Mentioning

Contrasting

Unclassified

Order By: Relevance

“…Puskesmas sebagai bagian dari pemerintah dan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, perlu melakukan kegiatan yang tidak business as usual dalam menghadapi krisis untuk menangani tingginya prevalensi gangguan jiwa dan stigma. Ini sejalan dengan temuan inovasi kesehatan muncul sebagai respons terhadap kondisi krisis (Cassier & Correa, 2019). Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa juga memberikan tanggung jawab kepada puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa primer.…”

Section: Pendahuluanunclassified

Inovasi Pelayanan Kesehatan Jiwa dari Perspektif New Public Service (Studi Kasus Inovasi AKSI LILIN Kabupaten Lebak)

Barsei,

Sipahutar,

Prasetyo

et al. 2023

Inovasi

View full text Add to dashboard Cite

Kondisi kesehatan mental di Indonesia berada pada posisi yang mengkhawatirkan. Hasil riset kesehatan dasar menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia di Indonesia tinggi tetapi masyarakat kurang menyadari penyebab masalah kesehatan jiwa. Selain itu, orang dengan gangguan jiwa enggan atau menunda pengobatan. Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut, puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan jiwa harus melakukan kegiatan yang tidak business as usual. Sebagai respon terhadap masalah kesehatan jiwa tersebut, Puskesmas Mandala Kabupaten Lebak menciptakan dan melaksanakan inovasi pelayanan kesehatan jiwa Aksi Lilin (Ajak, Interaksi, Lindungi, Sayangi dengan Nurani). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis syarat implementasi inovasi Aksi Lilin sehingga dapat diimplementasikan dengan efektif. Selanjutnya, penelitian ini menganalisis inovasi Aksi Lilin dari perspektif New Public Service (NPS). Penelitian ini menggunakan metode studi kasus untuk menganalisis implementasi inovasi Aksi Lilin. Insentif, otonomi, kepemimpinan dan budaya, dan enabler adalah komponen syarat untuk berinovasi. Implementasi Aksi Lilin juga menerapkan prinsip NPS melalui partisipasi kader kesehatan jiwa. Studi ini mengungkapkan bahwa partisipasi warga melalui kader kesehatan jiwa sangat penting karena puskesmas memiliki sumber daya yang terbatas dalam memberikan layanan publik. Apalagi kehadiran inovasi Aksi Lilin tidak hanya untuk memenuhi target pelayanan tetapi juga untuk mewujudkan tanggung jawab pemerintah adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya kepada kelompok rentan seperti masyarakat dengan gangguan jiwa berat.

show abstract

Section: Pendahuluanunclassified

Inovasi Pelayanan Kesehatan Jiwa dari Perspektif New Public Service (Studi Kasus Inovasi AKSI LILIN Kabupaten Lebak)

Barsei,

Sipahutar,

Prasetyo

et al. 2023

Inovasi

View full text Add to dashboard Cite

show abstract

“…Brazil, the country at the centre of the emergency, has an advanced biomedical research infrastructure and a famed universal health care system. Historically, the state’s many successes in public health have been linked to an activist stance in relation to the development of ‘national’ health technologies ( Benchimol, 2001 ; Cassier and Correa, 2018 ; Hochman, 1999 ; Kropf, 2009 ). Brazil’s approach to public health has, moreover, a clear international dimension – it represents an alternative, powerful vision for ‘global health,’ as became evident when, at the turn of the century, the country played a leading role in the struggle for universal access to antiretroviral treatments.…”

Section: A ‘Global’ Race For New Zika Diagnosticsmentioning

confidence: 99%

Imperfect diagnosis: The truncated legacies of Zika testing

Kameda¹,

Kelly

Lezaun

et al. 2021

Soc Stud Sci

View full text Add to dashboard Cite

When the Zika virus burst onto the international scene in the second half of 2015, the development of diagnostic tools was seen as an urgent global health priority. Diagnostic capacity was restricted to a small number of reference laboratories, and none of the few available molecular or serological tests had been validated for extensive use in an outbreak setting. In the early weeks of the crisis, key funders stepped in to accelerate research and development efforts, and the WHO took responsibility for steering diagnostic standardization, a role it had successfully played during the West Africa Ebola virus outbreak. Yet when the WHO declared the end of the Zika Public Health Emergency of International Concern in November 2016, diagnostic capacity remained patchy, and few tools were available at the scale required in the countries that bore the brunt of the epidemic, particularly Brazil. This article analyses the limited impact of global R&D efforts on the availability of Zika diagnostic options where they were most needed and for those most vulnerable: women who might have been exposed to the virus during their pregnancy and children born with suspected congenital Zika syndrome. The truncated legacies of testing during the Zika crisis reveal some of the fault lines in the global health enterprise, particularly the limits of ‘emergency R&D’ to operate in geopolitical contexts that do not conform to the ideal type of a humanitarian crisis, or to tackle technical issues that are inextricably linked to domestic struggles over the scope and distribution of biological citizenship. Diagnostic shortcomings, we argue, lie at the heart of the stunning transformation, in less than two years, in the status of Zika: from international public health emergency to neglected disease.

show abstract

General Introduction

Cited by 2 publications

References 19 publications

Inovasi Pelayanan Kesehatan Jiwa dari Perspektif New Public Service (Studi Kasus Inovasi AKSI LILIN Kabupaten Lebak)

Inovasi Pelayanan Kesehatan Jiwa dari Perspektif New Public Service (Studi Kasus Inovasi AKSI LILIN Kabupaten Lebak)

Imperfect diagnosis: The truncated legacies of Zika testing

Contact Info

Product

Resources

About