Fungsi Strategis Danau Poso, Gangguan Keseimbangan Ekosistem, dan Upaya Penanggulangannya

Abstract

ABSTRAKDanau Poso memiliki beberapa fungsi strategis terhadap kehidupan masyarakat yaitu menciptakan iklim mikro, sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat, lokasi pengembangan perikanan darat, tempat berlangsungnya siklus hidup beberapa biota endemik yang penting, sarana transportasi perairan darat, sebagai penghasil energi listrik, sarana rekreasi dan obyek pariwisata. Beberapa tahun terakhir, Danau Poso mengalami gangguan keseimbangan ekosistem berupa kerusakan yang terjadi pada Daerah Tangkapan Air (DTA) dengan indikator laju erosi dan sedimentasi yang cukup besar serta kerusakan lahan dan sempadan yang semakin meningkat, penurunan kualitas air danau sebagai akibat pencemaran air oleh limbah rumah tangga, pertanian, dan industri, dan terancamnya kelestarian ikan sidat sebagai biota endemik perairan Danau Poso. Upaya penanggulangan gangguan keseimbangan ekosistem dapat dilakukan melalui penyelamatan ekosistem DTA dan Daerah Aliran Sungai (DAS), pengendalian pencemaran, pemantauan, dan evaluasi kualitas air danau secara berkala, konservasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati pada ekosistem danau, pengaturan pengelolaan terhadap pemanfaatan sumberdaya air danau, dan peningkatan peran dan partisipasi masyarakat dalam penyelamatan ekosistem danau. PENDAHULUANDanau Poso merupakan ekosistem perairan yang memiliki keunikan dan keindahan tersendiri, serta menjadi obyek kebanggaan masyarakat Kabupaten Poso maupun Provinsi Sulawesi Tengah. Danau Poso adalah danau terluas ketiga di Indonesia setelah Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Towuti di Sulawesi Selatan, serta danau terdalam ketiga setelah Danau Matano di Sulawesi Selatan dan Danau Toba di Sumatera Utara. Berbagai potensi sumberdaya alam dan budaya dimiliki oleh Danau Poso, di antaranya hamparan pasir berwarna kuning dan putih di sepanjang perairan danau, keberadaan ikan endemik sidat (Anguilla spp), serta kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh masyarakat di sekitarnya.Danau Poso telah dimanfaatkan untuk beragam kepentingan masyarakat dan industri, yaitu sebagai sumber air, lokasi wisata, dan pengembangan perikanan darat. Akan tetapi dewasa ini Danau Poso juga menghadapi banyak permasalahan yang cukup serius yang mengancam keberadaan dan kelestariannya. Beberapa tahun terakhir, Danau Poso mengalami laju erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi akibat degradasi Daerah Tangkapan Air (DTA) dan meluasnya lahan kritis di sekitar kawasan danau (Isrun, 2009), penurunan kualitas air akibat polusi limbah domestik, dan penurunan keberadaan biota endemik ikan sidat akibat terputusnya jalur ruaya (migrasi) ikan (KLH, 2014).Berdasarkan Kesepakatan Bali 2009 tentang Pengelolaan Danau telah ditetapkan 15 danau prioritas di Indonesia yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk periode tahun 2010 -2014. Danau Poso termasuk di antara ke -15 danau yang mendapatkan prioritas penyelamatan akibat ancaman kerusakan yang semakin besar. Penetapan danau prioritas tersebut dilandaskan pada beberap...

Perspectives on sustainable management of the Poso Lake (Indonesia) endemic ricefish, Oryzias nigrimas (Actinopterygii: Adrianichthyidae)

“…Habitat conservation and rehabilitation: Like other ancient lakes, Poso Lake was until quite recently classified as oligotrophic (Giesen, 1994). Various human activities around the lake and throughout the watershed have increased both nutrient levels and sedimentation rates in the lake (Nursangaji et al, 2014;Nontji, 2016;Mamondol, 2018). Increased nutrients are thought to arise from urbanisation around the Lake as well as the increased use of fertiliser on arable and plantation crops which have increasingly replaced the natural forest vegetation and waste from cage culture of introduced fishes.…”

“…Increased nutrients are thought to arise from urbanisation around the Lake as well as the increased use of fertiliser on arable and plantation crops which have increasingly replaced the natural forest vegetation and waste from cage culture of introduced fishes. The loss of around 50-60 m in maximum depth over four decades (Lukman & Ridwansyah, 2009) is most likely related to increasing rates of erosion in the Poso Lake watershed (Lukman & Ridwansyah, 2009;Nursangaji et al, 2014;Mamondol, 2018). Erosion rates of 15-60 tonnes/ha/year (Table 7) Improved understanding to inform in-situ management Captive population as genetic bank and potential source of fish for eventual restocking Potential as additional «model organism» have been reported in the watershed around Poso Lake, with the highest rates in areas with predominantly steep slopes and high rates of deforestation (Mamondol, 2018).…”

“…The loss of around 50-60 m in maximum depth over four decades (Lukman & Ridwansyah, 2009) is most likely related to increasing rates of erosion in the Poso Lake watershed (Lukman & Ridwansyah, 2009;Nursangaji et al, 2014;Mamondol, 2018). Erosion rates of 15-60 tonnes/ha/year (Table 7) Improved understanding to inform in-situ management Captive population as genetic bank and potential source of fish for eventual restocking Potential as additional «model organism» have been reported in the watershed around Poso Lake, with the highest rates in areas with predominantly steep slopes and high rates of deforestation (Mamondol, 2018). The data in Table 1 and Table 2 indicate an ongoing degradation of the Poso Lake ecosystem in general and O. nigrimas habitat in particular.…”

“…Anthropogenic activities pose many direct and indirect threats to the environment in and around Poso Lake (Nursangaji et al, 2014;Mamondol, 2018), Despite their small size, several ricefishes are exploited as food fish (Gundo, 2010;Parenti & Soeroto, 2004), while the remainder may well be caught as bycatch in targeted (ricefish) and other fisheries. Sulawesi ricefishes are also being proposed as potential model organisms for research in fields as diverse as the study of evolution, behavioural, biological and medical research (Mokodongan & Yamahira, 2015;Mokodongan et al, 2018;Sari, Andriani, & Yaqin, 2018;Hilgers & Schwarzer, 2019;Sutra et al, 2019).…”