Studi ini mengkaji tentang analisis hukum tentang isbat nikah menurut KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Indonesia. Berdasarkan hasil studi ditemukan bahwa isbat nikah diatur dalam KUH Perdata Pasal 100-102. Terkait isbat nikah, KUH Perdata tidak memberikan batasan secara rigit mengenai unsur-unsur yang dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan sahnya perkawinan. Namun mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu adanya disparitas antara penduduk Pribumi, Timur asing dan Tionghoa, hal inilah yang menyebabkan tidak adanya unifikasi suatu peraturan dan melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga tidak memberikan batasan-batasan mengenai peristiwa nikah yang dapat dimohonkan pengesahannya. Berbeda dengan kedua ketentuan tersebut, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur mengenai isbat nikah secara rigit dengan memberikan batasan-batasan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) sampai (4) yang mana suatu perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah. Suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah. Isbat nikah yang diajukan terbatas mengenai lima hal dan yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah yaitu suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut.