Examining the Legal Legitimacy of Informal Economic Activities

Abstract

This article explains the disjuncture between formal parliamentary laws and norms of informal economic activities on the basis of a contextual and layered idea of legitimacy. This explanation clarifies a misunderstanding in certain scholarly and policy circles characterising informal economic activities as extra-legal or illegal. The idea of legal legitimacy helps explain divergent normative logics of formal and informal spaces while indicating that informal activities are not performed in a regulatory void. In addition to helping redefine the informal space, the idea also helps clarify the interaction between formal and informal regulation. By employing Jürgen Habermas’ analytical characterisation of society as constitutive of lifeworld(s) and system, and drawing on the empirical literature, the article argues that a cautious interpretation of Habermas’ analytical categorization helps explain the legality of the informal space. If formal laws need to become legitimate for the informal context, they must integrate the contextual standards of legitimacy recognized in the informal space.

Pengaruh Pekerja Sektor Informal Terhadap Penerimaan Perpajakan Dan Penerimaan Pajak Penghasilan

“…Sedangkan penelitian yang secara langsung mengaitkan sektor informal dengan penerimaan perpajakan juga kebanyakan bersifat kualitatif dan tidak melakukan pengujian empiris pengaruh pekerja sektor informal terhadap penerimaan perpajakan maupun penerimaan PPh. Pada umumnya, penelitian tersebut mengemukakan bahwa sektor informal memiliki karakteristik tidak melaporkan pendapatan dan/atau keuntungannya kepada otoritas pajak atau sektor informal memiliki karakteristik tidak membayar pajak (Akeju, 2018;Routh, 2022;Samuda, 2016). Hingga saat ini, penulis belum menemukan adanya penelitian empiris terkait pengaruh pekerja sektor informal terhadap penerimaan perpajakan dan penerimaan PPh.…”

“…Sedangkan variabel independen atau bebas yang hendak diuji yaitu jumlah pekerja sektor informal (INF) dalam satuan orang. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif terdahulu, sektor informal identik memiliki karakteristik tidak melaporkan pendapatan atau membayar pajak kepada otoritas pajak (Akeju, 2018;Routh, 2022;Samuda, 2016). Demikian juga dengan pekerja sektor informal yang memiliki karakteristik tidak terikat pada perjanjian kerja, tidak berbadan hukum dan tidak teradministrasi dengan baik.…”

“…keberadaan pekerja sektor informal memiliki pengaruh negatif terhadap penerimaan perpajakan dan penerimaan PPh. Temuan pengujian empiris penelitian memperkuat penelitian kualitatif terdahulu yang menyebutkan bahwa pekerja sektor informal identik dengan tidak melaporkan pendapatan dan/atau keuntungannya kepada otoritas pajak (tidak membayar pajak) akibat sifat pekerja informal yang tidak terikat pada perjanjian kerja, tidak berbadan hukum dan tidak teradministrasi (Akeju, 2018;Routh, 2022;Samuda, 2016). Kenaikan pekerja sektor informal yang identik tidak membayar pajak akan mengakibatkan semakin meningkatnya wajib pajak yang tidak membayarkan kewajiban perpajakannya.…”

“…Kenaikan jumlah pekerja sektor informal akan menurunkan penerimaan perpajakan dan penerimaan PPh di Indonesia. Hasil pengujian empiris tersebut memperkuat pernyataan atau argumentasi yang diutarakan Akeju (2018), Routh (2022), dan Samuda (2016) dalam penelitian kualitatifnya. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kenaikan aktivitas perekonomian yang ditandai dengan peningkatan PDRB akan meningkatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan PPh.…”