Abstract:Empty follicular syndrome (EFS) is defined as the failure to retrieve oocytes from mature ovarian follicles after controlled ovarian hyperstimulation (COH) for in vitro fertilization (IVF). There are two types of EFS-genuine and false EFS. In genuine EFS, there is failure to retrieve oocytes from mature ovarian follicles after COH for IVF after apparently normal follicular development and steroidogenesis in the presence of optimum β-human chorionic gonadotropin (hCG) levels, whereas in false EFS, there is fail… Show more
“…Sebagai upaya untuk menyelamatkan siklus IVF jika terjadi fEFS telah disarankan: pemberian ulang hCG dan aspirasi ulang. 8 Dosis kedua hCG dalam pengaturan fEFS pertama kali diusulkan oleh Ndukwe dkk 9 pada tahun 1997, dan sudah ada siklus IVF yang berhasil yang telah dilaporkan. Sebuah tinjauan literatur baru-baru ini menunjukkan bahwa 42,8% dari siklus (6 dari 14), yaitu hCG diberikan kembali dalam pengaturan hCG serum yang tidak optimal atau tidak ada, dapat menghasilkan janin yang lahir hidup yang sehat.…”
Empty follicle syndrome (EFS) adalah suatu kondisi langka, yaitu tidak terdapatnya oosit pada folikel ovarium yang matang saat tindakan ovum pick-up (OPU). Prevalensi kasus ini berkisar 2,7%. Tujuan: Mengkaji kasus jarang yang terjadi pada siklus Fertilisasi In-Vitro (IVF) yang dilakukan stimulasi ovarium terkontrol. Metode: Laporan kasus pada program IVF siklus pertama yang diberikan stimulasi dengan menggunakan short protocol pemberian human recombinant follicle stimulating hormone (rFSH) 150 IU sejak hari ke-2 sampai dengan hari ke-12 dan cetrotide 0.25 mg pada hari ke-7 hingga hari ke-12 dilanjutkan dengan trigger menggunakan choriogonadotropin alfa 250 μg. Hasil: Perempuan berusia 30 tahun dengan infertilitas 4 tahun, mengikuti program IVF siklus I, dan diberikan stimulasi ovarium terkontrol dengan short protocol menggunakan rFSH 150 IU. Pada hari ke-12 didapatkan 10 folikel pada kedua ovarium, dengan estradiol >3000 pg/ml dan progesteron 0,94 ng/ml. Diputuskan untuk dilakukan trigger dengan choriogonadotropin alfa 250 μg. Setelah 36 jam trigger diberikan dan dilakukan OPU tidak didapatkan satu pun oosit pada cairan folikel tersebut, baik yang matur maupun yang imatur. β-hCG serum pasca-OPU adalah 2,3 mIU/ml. Pasien ditegakkan dengan diagnosis Empty Follicle Syndrome. Kesimpulan. Penegakan diagnosis Empty Follicle Syndrome masih menjadi kontroversial, salah satu etiologinya adalah kadar HCG yang rendah pasca-trigger. Pasien direncanakan untuk IVF ulang dengan batch trigger berbeda dan evaluasi serum β-hCG 36 jam pasca-trigger (sebelum OPU), dan pengulangan trigger bila serum level belum adekuat.
“…Sebagai upaya untuk menyelamatkan siklus IVF jika terjadi fEFS telah disarankan: pemberian ulang hCG dan aspirasi ulang. 8 Dosis kedua hCG dalam pengaturan fEFS pertama kali diusulkan oleh Ndukwe dkk 9 pada tahun 1997, dan sudah ada siklus IVF yang berhasil yang telah dilaporkan. Sebuah tinjauan literatur baru-baru ini menunjukkan bahwa 42,8% dari siklus (6 dari 14), yaitu hCG diberikan kembali dalam pengaturan hCG serum yang tidak optimal atau tidak ada, dapat menghasilkan janin yang lahir hidup yang sehat.…”
Empty follicle syndrome (EFS) adalah suatu kondisi langka, yaitu tidak terdapatnya oosit pada folikel ovarium yang matang saat tindakan ovum pick-up (OPU). Prevalensi kasus ini berkisar 2,7%. Tujuan: Mengkaji kasus jarang yang terjadi pada siklus Fertilisasi In-Vitro (IVF) yang dilakukan stimulasi ovarium terkontrol. Metode: Laporan kasus pada program IVF siklus pertama yang diberikan stimulasi dengan menggunakan short protocol pemberian human recombinant follicle stimulating hormone (rFSH) 150 IU sejak hari ke-2 sampai dengan hari ke-12 dan cetrotide 0.25 mg pada hari ke-7 hingga hari ke-12 dilanjutkan dengan trigger menggunakan choriogonadotropin alfa 250 μg. Hasil: Perempuan berusia 30 tahun dengan infertilitas 4 tahun, mengikuti program IVF siklus I, dan diberikan stimulasi ovarium terkontrol dengan short protocol menggunakan rFSH 150 IU. Pada hari ke-12 didapatkan 10 folikel pada kedua ovarium, dengan estradiol >3000 pg/ml dan progesteron 0,94 ng/ml. Diputuskan untuk dilakukan trigger dengan choriogonadotropin alfa 250 μg. Setelah 36 jam trigger diberikan dan dilakukan OPU tidak didapatkan satu pun oosit pada cairan folikel tersebut, baik yang matur maupun yang imatur. β-hCG serum pasca-OPU adalah 2,3 mIU/ml. Pasien ditegakkan dengan diagnosis Empty Follicle Syndrome. Kesimpulan. Penegakan diagnosis Empty Follicle Syndrome masih menjadi kontroversial, salah satu etiologinya adalah kadar HCG yang rendah pasca-trigger. Pasien direncanakan untuk IVF ulang dengan batch trigger berbeda dan evaluasi serum β-hCG 36 jam pasca-trigger (sebelum OPU), dan pengulangan trigger bila serum level belum adekuat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.