2019
DOI: 10.24853/ijbesr.2.2.87-96
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Empathy, Architecture & Indonesia at Nation Building in the 1950's

Abstract: In Architecture context is a glorious substitute, although in reason, context can deliver architecture to a more humane product, but is it possible to adapt the context without empathy? Does the designer experience the process of empathy in the architecture of the designer? By studying how empathy works and seeing its impact on an event, can provides new narratives rather then just seeing the user purely as an object of observation. Political decisions, a view of culture, and an understanding of local traditio… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1
1

Citation Types

0
0
0
2

Year Published

2023
2023
2024
2024

Publication Types

Select...
3

Relationship

0
3

Authors

Journals

citations
Cited by 3 publications
(3 citation statements)
references
References 3 publications
0
0
0
2
Order By: Relevance
“…Dengan menciptakan sebuah pengalaman, perasaan empati dapat menjadi teknik yang mampu dipelajari (Stephan, 2020). Merancang ruang memerlukan pendalaman pengalaman, emosi, hingga mental berbeda, menciptakan pengalaman manusia (Putra D. &., 2018).…”
Section: Arsitektur Empatiunclassified
“…Dengan menciptakan sebuah pengalaman, perasaan empati dapat menjadi teknik yang mampu dipelajari (Stephan, 2020). Merancang ruang memerlukan pendalaman pengalaman, emosi, hingga mental berbeda, menciptakan pengalaman manusia (Putra D. &., 2018).…”
Section: Arsitektur Empatiunclassified
“…Di sini merupakan peran arsitek untuk memetakan kebutuhan, cara hidup, dan kemauan pengguna. Seringkali arsitektur dianggap sebagai respon terhadap kebutuhan dari manusia, untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan pemahaman mengenai perasaan, tindakan, emosi dan pengalaman dari manusia (Patria et al, 2018).…”
Section: Kajian Literatur Empathic Architectureunclassified
“…Modernisme telah membawa ideologi yang berfokus pada fungsi dan estetika ke dalam arsitektur, tetapi gagasan tersebut juga menghasilkan arsitektur yang jauh lebih tidak empatik. Bangunan menjadi apatis, karena fungsi dan estetika lebih diperhatikan sehingga konteks kehidupan dikesampingkan (Patria et al, 2018). Arsitektur dan empati harus berjalan beriringan sehingga arsitek perlu memahami ruang yang mereka rancang dari perspektif penggunanya.…”
Section: Pendahuluan Latar Belakangunclassified