Pesatnya kemajuan teknologi, sains, dan industri, serta pertambahan jumlah penduduk membuat kebutuhan energi listrik terus meningkat. Sekitar 87% konsumsi energi dunia berasal dari fosil (minyak, gas alam, dan batu bara) yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan berdampak negatif terhadap lingkungan[1]. Oleh karena itu, pengembangan energi listrik dari sumber daya alam lain yang ramah lingkungan menjadi penting dilakukan, seperti pengembangan energi listrik dari matahari [2]. Secara teknis energi matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui mekanisme photovoltaic[3]. Salah satu pemanfaatan mekanisme photovoltaic adalah sel surya. Dye sensitized solar cell (DSSC) merupakan sel surya yang diusulkan pertama kali oleh Michael Gratzel dan O'regan pada tahun 1991 [4]. Pada umumnya DSSC terdiri dari fotoanoda, dye sebagai fotosensitizer, elektrolit redoks, dan elektroda lawan [5]. Perkembangan riset terbaru menunjukkan bahwa DSSC mampu memiliki efisiensi tertinggi sebesar 11,9 ± 0,4 % [3]. Sel surya berbasis DSSC memberi peluang baru untuk dikembangkan karena proses fabrikasinya yang sederhana, biaya murah, serta berbahan dasar organik [6], [7].