Empty follicle syndrome (EFS) adalah suatu kondisi langka, yaitu tidak terdapatnya oosit pada folikel ovarium yang matang saat tindakan ovum pick-up (OPU). Prevalensi kasus ini berkisar 2,7%. Tujuan: Mengkaji kasus jarang yang terjadi pada siklus Fertilisasi In-Vitro (IVF) yang dilakukan stimulasi ovarium terkontrol. Metode: Laporan kasus pada program IVF siklus pertama yang diberikan stimulasi dengan menggunakan short protocol pemberian human recombinant follicle stimulating hormone (rFSH) 150 IU sejak hari ke-2 sampai dengan hari ke-12 dan cetrotide 0.25 mg pada hari ke-7 hingga hari ke-12 dilanjutkan dengan trigger menggunakan choriogonadotropin alfa 250 μg. Hasil: Perempuan berusia 30 tahun dengan infertilitas 4 tahun, mengikuti program IVF siklus I, dan diberikan stimulasi ovarium terkontrol dengan short protocol menggunakan rFSH 150 IU. Pada hari ke-12 didapatkan 10 folikel pada kedua ovarium, dengan estradiol >3000 pg/ml dan progesteron 0,94 ng/ml. Diputuskan untuk dilakukan trigger dengan choriogonadotropin alfa 250 μg. Setelah 36 jam trigger diberikan dan dilakukan OPU tidak didapatkan satu pun oosit pada cairan folikel tersebut, baik yang matur maupun yang imatur. β-hCG serum pasca-OPU adalah 2,3 mIU/ml. Pasien ditegakkan dengan diagnosis Empty Follicle Syndrome. Kesimpulan. Penegakan diagnosis Empty Follicle Syndrome masih menjadi kontroversial, salah satu etiologinya adalah kadar HCG yang rendah pasca-trigger. Pasien direncanakan untuk IVF ulang dengan batch trigger berbeda dan evaluasi serum β-hCG 36 jam pasca-trigger (sebelum OPU), dan pengulangan trigger bila serum level belum adekuat.