Riap diameter merupakan informasi yang sangat penting dalam pengelolaan hutan lestari yang dapat dipergunakan untuk menentukan preskripsi silvikultur yang akan diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan besarnya riap diameter tegakan hutan alam bekas tebangan berdasarkan petak ukur permanen di Papua. Pengamatan dilakukan pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu (IUPHHK) PT Tunas Timber Lestari (TTL), PT Wapoga Mutiara Timber (WMT) dan PT Manokwari Mandiri Lestari (MML). Pengukuran diameter dilakukan setiap tahun selama 6-9 tahun pada tiga petak ukur permanen, dengan luas masing-masing petak 1 ha. Perhitungan riap diameter adalah dengan cara menghitung selisih antara pengukuran diameter pohon pada tahun ke-t+1 dengan pengukuran diameter pohon pada tahun ke-t. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata riap diameter pada PT TTL, PT WMT, dan PT MML untuk kelompok jenis komersial berturut-turut sebesar 0,56 cm/th, 0,59 cm/th dan 0,65 cm/th. Riap diameter ini lebih kecil dari asumsi riap Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) 1,00 cm/th. Sebaran riap diameter berdasarkan kelas diameter menunjukkan pola yang berbeda antar lokasi. Pola sebaran riap diameter pada PT MML dan WMT meningkat sejalan dengan bertambahnya diameter, sebaliknya pada PT TTL cenderung menurun dengan meningkatnya kelas diameter. Kata kunci: hutan bekas tebangan, kelompok jenis, Papua, riap diameter ABSTRACT Diameter increment is an important information used to set silvicultural prescription that plays a crucial role in sustainable forest management. Therefore, this research was aimed to analyze diameter increment of remnant stands in selectively logged forest in Papua. The dataset was acquired from permanent sample plots in logging concessions of PT Tunas Timber Lestari (TTL), PT Wapoga Mutiara Timber (WMT) dan PT Manokwari Mandiri Lestari (MML). The diameter measurements were conducted annually for 6-9 years on three 1 ha permanent plots. Diameter increment was calculated by measuring a gap between trees diameter in year t+1 and year t. The results showed that the average diameter increment of commercial species groups in those areas were 0.56 cm/yr, 0.59 cm/yr and 0.65 cm/yr, respectively. These increments were smaller than the increment assumption of Indonesian Selective Logging (TPTI) i.e. 1.00 cm/yr. The diameter increment distribution based on diameter classes showed different patterns among sites. The diameter increment distribution in PT MML and WMT increased with the increasing diameter, otherwise those in PT TTL tend to decrease with the increasing diameter class.