Deskripsi Tarian Maena sebagai Identitas Suku Nias

Abstract

Penelitian ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis analisis wacana untuk mengulas dan membahas tarian Maena yang dilakukan pada upacara perkawinan adat suku Nias di Sumatera Utara. Maena adalah tarian budaya yang melibatkan banyak peserta. Hampir semua orang Nias mampu melakukan jenis tarian ini karena mudah dipelajari dan memiliki pola gerakan yang sederhana. Sebagai produk budaya, Maena adalah tanda wacana dengan kandungan bentuk dan makna simbolik. Sehingga, analisis dilakukan dengan pendekatan semiotika dan wacana. Hasilnya, Maena bukan hanya tarian belaka. Selain menjadi alat literasi yang kuat, Maena juga menjadi sebuah identitas dalam struktur budaya suku Nias yang melekat dalam cara hidup bermasyarakat, yang membawa pesan-pesan moral untuk tujuan edukasi dan transformasi paradigma di satu sisi serta kritik sosial pada sisi lainnya. Maena memenuhi tanda sebagai sebuah signifying order yang diterima masyarakat yang dalam kacamata semiotika mengandung unsur ekspresif dan emotif.

Pengaruh Pandita Roos Telaumbanua dalam Perkembangan Agama dan Politik di Nias

“…Satu-satunya banua yang boleh dikuasai oleh salawa dansi'ulu adalah banua yang masih terhubung dengan desa induk. Karena mereka dipilih atau dicalonkan oleh dewan banua, yang terdiri dari para pemimpin dan bangsawan lainnya, maka salawa dan si'ulu dapat memerintah (Zaluchu, 2020).…”

Perspektif Antropologi Dan Religi Perkawinan Suku Nias

“…Akan tetapi, maena bukanlah sekedar tarian tanpa makna atau hanya sebatas gerak asal-asalan dalam sebuah penampilan. Tarian ini mencerminkan nilai-nilai tentang kebersamaan, persatuan, kerja sama, dan berjalan paralel dengan munculnya sebuah identitas sosial yang mengangkat ciri-ciri tertentu di dalam syair-syairnya (Zaluchu, 2020a). Kalimat di dalam syair bisa berupa pujian ataupun sindiran.…”

A Socio-Cultural and Christian Educational Perspective on the Philosophy of Sõkhi Mate Moroi Aila in the Nias Ethnic Community-Indonesia

“…However, the philosophy of sõkhi mate moroi aila often causes legal problems when applied out of place, such as fights between individuals, between groups or even persecution leading to death. [5] Some previous studies related to the local wisdom of Nias people such as hoho faluaya, [6] famadaya harimo, [7] hendi-hendi, [8] hombo batu, [9] maena, [10] fondrakõ, [11] and several other studies on Nias culture, but researchers did not find research on the philosophy of sõkhi mate moroi aila in the lives of Nias people significantly in national and international journals.…”