ABSTRAKArtikel ini berpendapat bahwa upaya pemerintah sipil untuk mendorong perubahan kebijakan pertahanan di Indonesia pasca Orde Baru dilaksanakan melalui mekanisme layering. Secara teoretis, mekanisme layering beroperasi dalam kondisi-kondisi institusional yang menjadi ciri khas dalam konteks transisi demokrasi yaitu besarnya jumlah veto players dalam proses pengambilan keputusan di arena politik dan kecilnya ruang diskresi kebijakan dalam institusi yang dijadikan sebagai target perubahan. Oleh karena itu, perubahan didorong lewat penempatan elemen-elemen baru yang berdampingan dengan status quo yang berlaku di sebuah institusi. Melalui analisa deskriptif terhadap kebijakan MEF (Minimum Essential Force) tahap I tahun 2010-2014 ditemukan bahwa penggunaan mekanisme layering lewat kebijakan MEF telah berhasil diimplementasikan tanpa adanya penolakan dari para pendukung status quo di sektor pertahanan Indonesia. Kondisi ini dimungkinan karena program modernisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang menjadi inti dari kebijakan MEF memberikan insentif tambahan terhadap status quo yang sesuai dengan preferensi TNI (Tentara Nasional Indonesia) mengenai keberlanjutan organisasi mereka. Akan tetapi tulisan ini juga melihat adanya efek negatif dari penggunaan mekanisme layering tersebut yakni rendahnya derajat kepatuhan terhadap elemen baru perubahan. Sebagai akibat dari tetap utuhnya status quo, militer mempertahankan dominasinya dalam proses formulasi dan implementasi tanpa pengawasan efektif dari kalangan sipil. Dalam kasus MEF, kondisi ini menimbulkan inkonsistensi kebijakan yang kemudian dapat menghambat profesionalisme TNI ke depan serta memberikan celah bagi kembalinya TNI ke ranah politik praktis.Kata kunci: kontrol sipil, layering, status quo, MEF ABSTRACT This article argues that civilian government effort to establish policy change on the defense sector in post-New Order Indonesia has been conducted through the so-called layering mechanism. Theoretically, layering mechanism operates in typical conditions found in transition democracy i.e. large number of veto players and lower discretion of interpretation/implementation in the targeted institution. Thus, establishing change is conducted by adding new elements alongside the existing status quo elements. By using descriptive analysis on the MEF (Minimum Essential Force) policy in the period of 2010-2014, this article finds that the application of layering mechanism through MEF policy was relatively free from resistance by the status quo defenders in Indonesia's *Penulis adalah Dosen di Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie dan kandidat doktor ilmu politik di Ruprecht-Karls-Universitat Heidelberg, Jerman.
198JURNAL POLITIK, VOL. 2, NO. 2, FEBRUARI 2017 defense sector. This was made possible since weapon modernization program that serves as the core of MEF policy adds new incentive towards the existing status quo, which conforms to military preference regarding its organizational survival. Nevertheless this article highlights detrimental eff...