Character Strength and virtues in The Perspective Of Islamic Education Psychology and Implication in Guidance and Counseling Services

Abstract

The present study aimed to identify and formulate Ibnu Miskawaih's and Imam Al-Ghazali's idea of character strength and virtue. To this end, a qualitative literature review was applied. The literature included books and journals related to character strength and virtue formulated by positive psychology The data were analyzed in descriptive-reflective-instrospective ways within Islamic psychology perspective. It was found that in terms of number and composition of character strengths and values of virtues, there was a significant difference between positive psychology and Islamic education psychology. There was a slight difference between character strength in positive psychology and that in Islamic education psychology in the form of the presence of middle way. This middle way, as sharia' stipulates, aims to provide a balance in all nature and quality of virtue. The finding of the study contribute to the field of guidance and counseling by proposing the reinforcement of character strength and virtue in this globalization era.

Al-Ghazali dan Pendidikan Akhlak

“…Dalam pandangan Al-Ghazali, akhlak merupakan keadaan jiwa dalam diri seseorang yang dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, baik ataupun buruk, tanpa harus berpikir atau merenung terlebih dahulu (Asari, 2012;Wiguna, Jayadi, Heriyanto, Setiani, Anggraini, Praytno, & Zakaria, 2021). Adapun ukuran untuk menilai apakah yang dilakukan perbuatan baik (akhlaq al-karimah) atau perbuatan yang buruk (akhlaq mazmumah) adalah adalah landasan nilai yang menjadi pijakannya, yakni akal dan agama (Asari, 2012;Marzuki, 2015;Wiguna et al, 2021). Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari, orang sering menyamakan akhlak dengan perbuatan atau tingkah laku.…”

“…Padahal, mengacu pada pendapat Al-Ghazali, akhlak merupakan keadaan jiwa yang bersifat internal dan melekat, sedangkan perbuatan atau tingkah laku merupakan wujud atau indikator eksternal yang menunjukkan keadaan jiwa tersebut (Asari, 2012). Pemikiran Al-Ghazali tentang akhlak atau etika disebut banyak ahli dipengaruhi oleh Ibn Miskawayh (w. 421/1030) (Asari, 2012;Wartini, 2014;Wiguna et al, 2021). Hal ini tentunya lumrah mengingat banyaknya pemikir besar di masa sebelum Al-Ghazali ataupun yang semasa dengannya.…”

“…Oleh sebab itu, manusia harus menggunakan pertimbangan akal dan syari'at untuk suatu kebaikan atau keburukan. Pernyataan Al-Ghazali ini membantah pandangan Socrates tentang adanya relativitas akhlak yang menyatakan bahwa nilai kebaikan dan nilai keburukan bersifat relatif dan terbatas sehingga selalu berubah seiring perkembangan zaman (Asari, 2012;Bolandhematan, 2019;Wiguna et al, 2021).…”

“…Akhlaq al-karimah ini, menurut Al-Ghazali, terbentuk dari kesimbangan empat kekuatan psikologis, yakni ilmu, marah/emosi, nafsu untuk makan, dan rasa keadilan. Menurutnya, inilah yang menjadi inti dari pendidikan akhlak, yakni upaya untuk mengendalikan kekuatan-kekuatan tersebut dan menjaganya dalam keadaan seimbang (Asari, 2012;Wartini, 2014;Wiguna et al, 2021). Dalam hal ini, Al-Ghazali dengan tegas menolak pandangan sebagian orang yang mengatakan bahwa akhlak tidak dapat diubah sebab menurutnya mengendalikan dan memengaruhi akhlak sangat dimungkinkan, seperti yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul.…”

“…Lingkungan tempat ia dibesarkan dan kebiasaan yang ia lihat dan lakukan sangat memengaruhinya. Dengan begitu, akhlak buruk harus dilawan dan dikikis sedikit demi sedikit (Asari, 2012;Wartini, 2014;Wiguna et al, 2021). Hal ini bisa dilakukan secara terus-menerus melalui praktik tertentu dan bimbingan dari orang tua dan guru.…”