Case Report: Accidental Tetanus

Abstract

Context: Tetanus is a serious disease prevented by immunization, which also occur in Brazil and provides severe health complications that can lead to death. Despite the reduction in the number of cases in the country, tetanus is still frequent and deserves attention from public health agencies. The aim of the study was to describe a case of tetanus occurred in the city of Barbacena -Minas Gerais.Case Report: It is a study of a patient with tetanus, where after completion of early diagnosis and effective, it was referred to the intensive care unit with adequate response to prescribed medications and subsequently receiving a medical discharge. Despite the severity, the patient after rehabilitation returned to his previous home environment without motor sequel. The patient was followed at the hospital outpatient clinic, and maintained his daily living skills without limitations. Conclusion:Studies shows that this serious public health problem is important to encourage prevention through vaccination and therefore reduce public spending on admissions also avoiding health complications often fatal.

Laporan Kasus: Tetanus Tipe General pada Usia Tua Tanpa Vaksinasi

“…C.tetani terdapat di lingkungan bebas, debu, benda berkarat, ataupun peralatan operasi yang tidak steril. [1][2][3][4][5][6][7] Berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), angka kejadian tetanus telah menurun melebihi 95% dibandingkan sejak pertama kali penyakit ini ditemukan pada tahun 1947, dan angka kematian telah menurun 99%. Pada tahun 2015, di United States, terdapat 29 kasus tetanus, dengan case fatality rate 13.2%.…”

“…3,11 Walaupun adanya vaksin tetanus, angka kejadian masih tinggi akibat kurangnya informasi. 5 Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai resiko infeksi tetanus menyebabkan masyarakat kurang peduli dengan objek yang terkontaminasi sehingga meremehkan luka yang didapat yang dapat berpotensi menimbulkan penyakit tetanus. 12 Imunitas terhadap tetanus tidak berlangsung seumur hidup sehingga perlu injeksi booster pada penderita yang mengalami luka yang berisiko terinfeksi tetanus.…”

“…Diagnosa tetanus ditegakkan melalui manifestasi klinis berupa hipertonia dengan kontraksi atau spasme otot yang disertai dengan rasa nyeri yang biasa akibat stimulus cahaya, suara, ataupun tindakan invasif. 3,5 Menurut studi yang dilakukan oleh Amare dkk., 3 gejala tersering pada pasien tetanus adalah trismus (100%), rigiditas (92.6%), dan spasme otot (91.2%). 3 Masa inkubasi dari tetanus umumnya sekitar 3 sampai 21 hari, namun dapat lebih.…”

“…Setelah berada di sistem saraf pusat, toksin akan berikatan dengan inhibitor GABA atau saraf glisinergik sehingga toksin tetanus dapat memotong VAMP dan menghambat pelepasan GABA dan glisin sehingga menyebabkan manifestasi patognomonik berupa kontraksi, rigiditas otot dan spasme dari otot yang hiperaktif dan nyeri. [3][4][5][6][7]9,10,14,12 Gejala yang kurang spesifik seperti irritable, susah menelan, kaku pada leher, rigiditas pada otot abdomen dan thoraks. 14 Toksin akan berikatan secara ireversibel sehingga setelah toksin berikatan, toksin tidak akan dapat dinetralisir oleh tetanus immunoglobulin (TIG).…”

“…8 Ketika toksin sampai di sistem saraf pusat dan menimbulkan gangguan neurologi, diperlukan tatalaksana medik yang cepat dan tepat. 5 Kekakuan biasanya terjadi pada daerah otot leher yang menyebabkan terjadinya retraksi leher, pada otot faring yang menyebabkan terjadinya disfagia, pada otot maseter menyebabkan terjadinya trismus (lock jaw) pada sekitar 50% pasien, otot wajah memberikan gambaran menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut dengan risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), pada otot dada dan interkostal menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan napas, pada otot abdomen menyebabkan rigiditas yang disebut juga sebagai perut papan, dan pada otot punggung yang memberikan gambaran opistotonus. 10 Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya trismus (lockjaw) sebesar 1 cm, risus sardonikus, meningismus pada leher, tanpa tanda rangsang meningeal, opistotonus, abdomen yang keras seperti papan dengan hipertonia pada otot-otot tubuh.…”