Caregivers’ abuse stigmatization and their views of mental health treatment following child sexual abuse

Abstract

Many families do not utilize mental health services after the discovery of child sexual abuse (CSA), even when trauma-focused treatments are offered at low or no cost. Non-offending caregivers frequently serve as gatekeepers to youths' treatment, and their reactions to CSA may figure into decisions about treatment engagement. The current study examined caregivers' abuse stigmatization (i.e., self-blame and shame about their children's CSA) and associations with two factors predictive of treatment engagement (motivation, obstacles). Participants were recruited from a Child Advocacy Center where they received forensic interviews and were offered services following CSA discovery. Participating caregiver-child dyads included 52 non-offending caregivers (83% biological parents) and their children (69% girls; Mage = 10.94, SDage = 2.62). Caregiver abuse stigmatization was associated with higher motivation for treatment but also more obstacles to treatment. Further, abuse stigmatization moderated associations between children's PTSD symptoms and perceived obstacles to treatment. Among caregivers experiencing high abuse stigmatization, greater child PTSD symptoms were associated with more obstacles to treatment. Among caregivers experiencing low stigmatization, child PTSD was either associated with fewer treatment obstacles or was unrelated to treatment obstacles. Results highlight the potential significance of reducing parents' abuse stigmatization for increasing mental health service utilization following CSA discovery, especially for more symptomatic youth.

Informant Discrepancies in Child Maltreatment Reporting: A Systematic Review

“…When parents feel their parenting is being questioned (and by extension, whether they have perpetrated maltreatment), they may feel ashamed of or guilty about their actions and deny any wrongdoing (Gibson, 2015). Additional evidence suggests that even when caregivers are not the perpetrators of substantiated maltreatment against their children, they experience feelings of shame and self-blame (Simon et al, 2017).…”

Hubungan Faktor Sosiodemografis Korban Kekerasan Seksual Anak dengan Kedatangan ke Poliklinik Stres Pasca-trauma RSCM, 2017-2020

“…21 Pada penelitian ini didapatkan usia dan jenis kelamin tidak berhubungan dengan kedatangan ke PSPT. Simon et al 22 melaporkan usia dan jenis kelamin anak tidak berpengaruh terhadap motivasi pelaku rawat untuk menggunakan layanan kesehatan mental sesudah kekerasan seksual dan persepsi pelaku rawat akan hambatan yang dialami. Riwayat gangguan mental pada anak berhubungan dengan kedatangan ke PSPT.…”

“…Saat pelaku rawat merasa terapi bermanfaat, tenaga kesehatan memperlakukan dengan baik, dan merasa dihormati, pelaku rawat lebih bersedia menggunakan layanan kesehatan mental. 24 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan laporan Simon et al, 22 yang menyatakan riwayat gangguan mental pada anak sebelum terjadi kekerasan seksual tidak berkaitan dengan motivasi pelaku rawat untuk menggunakan layanan kesehatan mental setelah kekerasan seksual. Anderson et al 25 melaporkan diagnosis gangguan mental atau disabiltas yang teridentifikasi sebelum peristiwa kekerasan seksual pada anak tidak meningkatkan penggunaan layanan kesehatan mental secara bermakna.…”

“…Status pernikahan dan pendidikan pelaku rawat tidak berhubungan dengan kedatangan ke PSPT. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Simon et al 22 yang mendapatkan status pernikahan dan tingkat pendidikan pelaku rawat tidak berpengaruh terhadap motivasi mendapatkan terapi bagi anak korban kekerasan seksual. Motivasi berkaitan dengan keinginan pelaku rawat agar anak berubah, kesiapan pelaku rawat untuk berubah, dan persepsi bahwa ia mempunyai kemampuan untuk berubah.…”

“…Kedua gambaran sosiodemografi tersebut juga tidak memengaruhi persepsi pelaku terhadap hambatan penggunaan layanan kesehatan mental setelah kekerasan seksual pada anak. 22 Haskett et al 11 melaporkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada status pernikahan pelaku dan tingkat pendidikan pelaku rawat kelompok yang datang dan tidak datang ke layanan kesehatan mental. Zimmerman 28 melaporkan korban kekerasan seksual yang memiliki pelaku rawat yang menikah lebih sering menggunakan layanan kesehatan mental.…”