2015
DOI: 10.19105/karsa.v23i1.614
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Budaya Egalitarianisme Perempuan Madura Dalam Tarekat Naqsyabandiyah

Abstract: Abstrak:Tulisan ini mengelaborasi perempuan dari penganut tarekat naqsabandiyah di Madura mulai dari hasil pemahaman terhadap teks, konstruksi budaya sampai menemukan realitas kesamaannya saat ini. Dari uraian tersebut, ditemukan bahwa kesadaran perempuan terhadap status dan hak-haknya semakin meningkat sehingga ketergantungannya terhadap laki-laki semakin berkurang dan menjadi lebih mandiri. Kaum perempuan mulai sangat membutuhkan hak istimewa dan status yang setara dengan laki-laki termasuk dalam hal pencapa… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
1
1

Citation Types

0
2
0
3

Year Published

2019
2019
2023
2023

Publication Types

Select...
5

Relationship

0
5

Authors

Journals

citations
Cited by 5 publications
(5 citation statements)
references
References 2 publications
0
2
0
3
Order By: Relevance
“…Dalam perkembangan tasawuf pendiri tarekat disebut syekh, sementara pembimbingnya disebut mursyid dan yang dibimbing disebut murid dan pengikutnya disebut ihwan (Suherdiana, 2009). Secara relatif terekat merupakan tahap paling akhir dari perkembangan tasawuf, tetapi menjelang penghujung abad XIII M ketika orang Indonesia berpaling kepada Islam tarekat justru sedang berada di puncak kejayaannya (Mulyadi, 2015).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 1 more Smart Citation
“…Dalam perkembangan tasawuf pendiri tarekat disebut syekh, sementara pembimbingnya disebut mursyid dan yang dibimbing disebut murid dan pengikutnya disebut ihwan (Suherdiana, 2009). Secara relatif terekat merupakan tahap paling akhir dari perkembangan tasawuf, tetapi menjelang penghujung abad XIII M ketika orang Indonesia berpaling kepada Islam tarekat justru sedang berada di puncak kejayaannya (Mulyadi, 2015).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Beliau ini masa hidupnya banyak memperdalam ilmu syari'at Islam serta ilmu tarekat kepada gurunya di Mekkah sekitar abad ke-19. Beliau seorang mursyid Tarekat Qadiriyah, di samping juga mursyid Tarekat Naqsabandiyah (Mu'min, 2014).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Because in the aspect of culture, both West and East Madura have the same social values, which are bound tightly with religious and traditional values (Hannan, 2017(Hannan, , 2018a. In the aspect of religiousness, the religious values of Madurese people are lucidly reflected in their daily tradition characterized by respect and subservience embodied in a popular local proverb "Buppa', Babhu', Ghuruh, Ratoh" which translates to Father, Mother, Teacher, Sovereign/ Government (Mulyadi, 2011). Philosophically, the aforementioned proverb has two sociological meanings, as a standard of respect as well as a representation of how deep the root of patriarchy is in the social construct system of Madurese people (Hannan, 2016).…”
Section: Dynamics Of Divorce In Maduramentioning
confidence: 99%
“…As an elite holding a respectable social position, nyai's existence itself has a say amongst Madurese women, as they are viewed as an example of piety (De Jonge, 1989: 264). It is the women who have been leading the tarekat (Sufi, a branch of Islamic movement) and its leaders and followers are spread all around Madura, of note aretarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, tarekat Naqsyabandiyah, and Tijaniyah (Mulyadi, 2015). Nyai has governing authority in moving their people (jamaah) and building pesantren (Islamic boarding school), especially for the advancement of Islam in Madura.…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%