“…Oleh sebab itu nilai yang didapatkan harus sesuai dengan ketetapan yang di tetapkan oleh (Bina Marga, 2018). [1] Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan yaitu penggunaan filler dari abu sekam padi pada campuran AC-BC menghasilkan peningkatan nilai stabilitas sisa disebabkan oleh semakin tebalnya aspal yang menyelimuti agregat [2], penggunaan agregat batu gunung untuk bahan campuran beton aspal menghasilkan sifat fisik dan mekanik agregat untuk campuran beraspal panas mempengaruhi semua kinerja dari kriteria Marshall pada campuran yang dibuat [3], penggunaan material batu kapur dan variasi aspal Kabungka menghasilkan pengujian agregat split, medium dan abu batu tidak memenuhi spesifikasi, Sedangkan pada nilai VFA, Stabilitas dan Marshall Quotient sedangkan pada nilai VMA, VIM, dan Flow berdasarkan grafik terjadi penurunan [4], model hubungan antara nilai stabilitas campuran AC-BC dengan kadar limbah plastik jenis PP (Polypropylene) dan kadar aspal dan model hubungan antara nilai kuat tarik tidak langsung campuran AC-BC dengan kadar limbah plastik jenis PP (Polypropylene) dan kadar aspal [5], Kadar aspal tengah / ideal untuk AC agregat sungai Serang berdasarkan rumus Spesifikasi Depkimpraswil 2002 tidak berbeda secara signifikan dengan kadar aspal optimum dari gambar hubungan kadar aspal dan parameter Marshall [6] (VIM), dan rongga terisi aspal (VFB) karena sifat fly ash terhadap aspal tidak secepat bereaksi dalam hal pengerasan dibanding dengan filler semen [7], perbandingan gradasi agregat AC-BC nilai stabilitas marshall quotient hasil core drill dan stabilitas marshall quotient hasil beton aspal padat adalah 0,44 % [8], uji inti (core) tidak boleh digunakan untuk pengujian ekstraksi [9], Dengan memakai agregat kasar dari Sungai Tuak, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi sebagian besar nilai properties Marshall memenuhi syarat spesifikasi yang telah ditentukan yaitu nilai VMA, VFB, Stabilitas, Flow dan Marshall Quotient [10].…”