The conflict between the indigenous community of Senama Nenek Village and PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) has been ongoing for decades. This condition reflects the complexity of the conflict's issues. This research aims to analyze the conflict using the Drivers-Pressures-State-Impact-Responses (DPSIR) approach. The DPSIR framework highlights the causal effect relationships among aspects, starting with drivers that exert pressure on the environment, causing changes in its natural condition. These environmental changes then have impacts on ecosystems and humans. Consequently, humans adapt to cope with these changing conditions. The DPSIR approach identified the industrialization of PTPN V as one of the root causes of the conflict. This industrialization exerted pressure on the environment through the acquisition of customary lands, leading to disputes and uncertainty over the land status of the indigenous community. In response to this situation, measures were taken, including the redistribution of land to 1,385 indigenous households. We expect this DPSIR approach to serve as a tool to resolve similar conflicts in Indonesia.
Konflik antara masyarakat adat Desa Senama Nenek dengan PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) berlangsung puluhan tahun. Kondisi ini menandakan kompleksitas permasalahan yang terjadi dalam konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konflik dimaksud dengan pendekatan Drivers-Pressures-State-Impact-Responses (DPSIR). Kerangka DPSIR menyoroti hubungan sebab-akibat antar aspek, mulai dari faktor pemicu yang memberikan tekanan pada lingkungan yang menyebabkan perubahan pada lingkungan. Perubahan lingkungan tersebut kemudian memberikan dampak bagi ekosistem/manusia. Selanjutnya manusia merespon untuk mengatasi hal tersebut. Melalui pendekatan DPSIR, teridentifikasi akar penyebab konflik tersebut salah satunya adalah industrialisasi PTPN V yang memberikan tekanan terhadap lingkungan berupa penguasaan tanah ulayat oleh pihak PTPN V yang berujung sengketa dan mengakibatkan ketidakpastian status lahan masyarakat adat. Atas kondisi ini, respon yang dilakukan antara lain redistribusi tanah kepada 1.385 KK masyarakat adat. Pendekatan DPSIR ini diharapkan dapat menjadi tools untuk mengurai konflik serupa yang terjadi di Indonesia.