2017
DOI: 10.20473/mkp.v30i22017.121-132
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Penyusunan peta sastra melalui penelusuran jejak sastra Indonesia sebagai identitas bangsa yang berkarakter

Abstract: This research departs from various issues related to the definition of literature which always raises debates and dissatisfaction with the existing definition. Literature as national identity also raises debates. Those two reasons had, directly and indirectly, influenced the development of Keywords: Indonesian literature, literary maps, character, national identity AbstrakPenelitian ini berangkat dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan pengertian sastra yang hingga saat ini selalu menjadi bahan pembicara… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1

Citation Types

0
0
0
2

Year Published

2021
2021
2022
2022

Publication Types

Select...
2

Relationship

0
2

Authors

Journals

citations
Cited by 2 publications
(2 citation statements)
references
References 0 publications
0
0
0
2
Order By: Relevance
“…Hancurnya propaganda politik PKI menjadi tanda berakhirnya masa orde lama dan beralih ke zaman orde baru (Sulaiman & Febrianto, 2017). Sastra pada masa ini memiliki ciri-ciri dengan adanya aturan yang bersifat diskriminasi dan pembatasan hak demokrasi karena kepentingan kegiatan politik.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Hancurnya propaganda politik PKI menjadi tanda berakhirnya masa orde lama dan beralih ke zaman orde baru (Sulaiman & Febrianto, 2017). Sastra pada masa ini memiliki ciri-ciri dengan adanya aturan yang bersifat diskriminasi dan pembatasan hak demokrasi karena kepentingan kegiatan politik.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Salah satu 'korban' dari representasi usang yang dilestarikan terus-menerus adalah Chairil Anwar . Chairil kerap disimbolkan sebagai sosok nasionalis yang selalu hadir dalam momen-momen kebangsaan (Saputra, 2009;Sulaiman & Febrianto, 2017), seperti pembacaan puisi di perayaan kemerdekaan hingga jargon-jargon nasionalis buatannya yang terus berkumandang hingga kini (Adeng, 2012;Miswar, 2018;Purnomo, 2018). Konteks tersebut akan wajar jika mengacu pada tahap representatif.…”
unclassified