Desentralisasi fiskal tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur keuangan daerah sesuai potensi masing-masing. Penelitian ini menganalisis permasalahan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah di Indonesia. Pendekatan penelitian ini yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Kesimpulan penelitian ini bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia mengalami perkembangan mulai dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah hingga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah namun sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara lex specialis mengatur mengenai desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sebagai sarana mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat secara mandiri sesuai dengan potensi daerah meskipun masih terdapat banyak kendala.
Di Indonesia, dana untuk pembangunan dapat diperoleh atas pemungutan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama negara. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah salah satu sektor perekonomian yang memiliki potensi besar sebagai sumber pendapatan negara melalui pemungutan pajak. Untuk itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final kepada UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan penurunan pajak penghasilan terhadap tingkat kepatuhan UMKM sebagai Wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan yuridis empiris. Penelitian ini menunjukan adanya kebijakan mengenai tarif pajak penghasilan UMKM sebesar 1% melalui Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013. Namun, berlakunya peraturan ini mengalami pro dan kontra dikalangan masyarakat. Akibatnya pada tahun 2018 pemerintah merubah besaran tarif pajak sebesar 0,5% melalui Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018. Kebijakan mengenai penurunan tarif pajak penghasilan bagi UMKM ini memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan UMKM sebagai Wajib Pajak. Penelitian yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat menunjukan adanya peningkatan kepatuhan pelaku UMKM dalam melakukan kewajiban pajaknya.
This study aims to discuss the policy of using renewable energy in the form of rare metal eart as an effort to build national energy security. The research method used a legal research looking from various perspectives in social science. Law is seen as a space for the process of scientific study in order to seek truth. The use of relevant legal research wants to understand the law more thoroughly. In performing implementation analysis, using the method of Regulatory Impact Assessment (RIA) with focus on energy regulation. The results of the study show that: First, the policy of the Indonesian republic government regarding the use of new energy and renewable energy aims to prepare the carrying capacity of national energy security. This policy has not fully gone well. The policy is not supported by consistency in issuing derivative policies. Second, the use of new energy and renewable energy, especially rare earth metals as part of efforts to encourage national energy security in Indonesia is still very far from expectations. The use of rare eart metal is only around 0.7% of the use of new energy. Efforts to explore and exploit rare earth metals have not been carried out in a timely manner. Whereas the potential of rare earth metals is a strategic community and has the potential to encourage national energy security in Indonesia. Indonesia is projected to produce rare earth metals reaching 20% of the world's supply.
The Indonesian government has carried out a tax amnesty policy in 2016. The background for the tax amnesty policy is, among other things, the wealth of Indonesian citizens who have not or have not all been reported in the Annual Notice. Some of the objectives of the tax amnesty, among others, are in the short term to increase tax revenues, the long-term goals include strengthening domestic liquidity, increasing investment, accelerating tax reforms and increasing tax revenues. The problem is whether the tax amnesty carried out by the Indonesian government succeeded, what was the negative side of the implementation of the tax amnesty. Tax amnesty in Indonesia from ransom receipts specifically from the declaration can be said to be successful, but the repatriation failed and the number of participants participating in the tax amnesty program was not as expected. The negative side of the tax amnesty is the tax amnesty, giving rise to a sense of injustice especially for obedient taxpayers, the tax amnesty can lead to non-compliance of taxpayers because they hope that a future tax amnesty and tax amnesty are not in accordance with the principles of law enforcement. Keywords: Tax Amnesty, success and ransom Abstrak Pemerintah Indonesia telah melakukan kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty ) pada tahun 2016. Latar belakang dilakukannya kebijakan tax amnesty tersebut, antara lain adalah karena banyaknya harta warga negara Indonesia yang belum atau belum semuanya dilaporkan dalam Surat Pemeritahuan Tahunan. Beberapa tujuan tax amnesty, antara lain adalah dalam jangka pendeknya meningkatkan penerimaan perpajakan, tujuan jangka panjangnya antara lain adalah memperkuat likuiditas domestik, peningkatan investasi, mempercepat reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak. Permasalahannya adalah apakah tax amnesty yang dilakukan pemerintah Indonesia berhasil, apa saja yang menjadi sisi negatif dari pelaksanaan tax amnesty tersebut. Tax amnesty di Indonesia dari penerimaan tebusan khususnya dari deklarasi dapat dikatakan berhasil, namun dari repatriasinya gagal dan dari jumlah peserta yang mengikuti program tax amnesty tidak seperti yang diharapkan. Sisi negatif dari tax amnesty adalah tax amnesty, menimbulkan rasa ketidak adilan khususnya bagi wajib pajak yang patuh, tax amnesty dapat menimbulkan ketidakpatuhan wajib pajak karena berharap ada tax amnesty di masa yang akan datang dan tax amnesty tidak sesuai dengan prinsip penegakan hukum. Kata kunci : Tax Amnesty, keberhasilan dan uang tebusan
Tax disputes can occur between taxpayers or tax insurers with the government, among others because of differences in the amount of tax payable. One of the legal efforts that can be taken by taxpayers in the event of a tax dispute is an "Objection" legal effort. This objection is essentially a legal effort that is outside the Tax Court to appeal for justice in a tax dispute. The problem, what weaknesses are there in the objection institutions that exist today. Some of the weaknesses in this tax objection institution include the position within the Directorate General of Taxes or precisely a unit/part that is part of the Tax Service Office (KPP) or the Tax Office. Its position under the Directorate General of Taxation is what has caused criticism from many parties, especially with regard to independence in deciding a case, the Independent is doubtful, there is a conflict of interest. Another disadvantage is the provision that contains a "threat" to taxpayers in filing objections, namely a fine of 50% of the amount of tax payable after deducting the amount of tax paid if the decision rejects the objection filed by the taxpayer or partially grants. Keywords: Objection, tax dispute, the taxpayer Abstrak Sengketa pajak dapat terjadi antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pemerintah , antara lain karena perbedaan penghitungan besarnya pajak yang terutang. Salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh wajib pajak dalam hal terjadi sengketa pajak adalah upaya hukum “Keberatan”. Keberatan ini pada hakekatnya merupakan upaya hukum yang berada diluar Pengadilan Pajak untuk memohon keadilan dalam sengketa pajak. Permasalahanya, Kelemahan-kelemahan apa yang terdapat dalam lembaga keberatan yang ada saat ini. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam lembaga keberatan pajak ini antara lain adalah kedudukannya yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tepatnya suatu unit/bagian yang merupakan bagian yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kanwil Pajak. Kedudukannya yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak inilah yang menimbulkan kritikan dari banyak pihak khususnya berkaitan dengan keindependenanya dalam memutus suatu perkara, Keindependenanya diragukan, ada conflict of interest. Kelemahan lainnya adalah adanya ketentuan yang mengandung “ancaman” terhadap wajib pajak dalam pengajuan keberatan yaitu adanya denda sebesar 50 % dari jumlah pajak terutang setelah dikurangi jumlah pajak yang telah dibayar, apabila keputusan menolak keberatan yang diajukan wajib pajak atau mengabulkan sebagian. Kata kunci: Keberatan, sengketa pajak, wajib pajak
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.