Indonesia has large swamplands that could be developed into agricultural land for food crops. The physico-chemical characters of the soil in this agroecology, however, are generally unfavorable for the crop growth. Soybean yield of more than 2.0 t/ha might be achieved by implementing a suitable cultural practice. The objective of the current research was to evaluate the effectiveness, technical as well as financial feasibilities of improved soybean cultural practice (Kepas technology) on swampland. The research was conducted on swampland, in Jambi and South Kalimantan Provinces in 2018 on an area of 40 ha and 11 ha, respectively. The main components of the Kepas technology consisted of Anjasmoro improved variety, drainage canal on every 2.5 m or 3 m, soil amelioration using 750 kg/ha dolomite plus 1 t/ha organic fertilizer, and inorganic fertilization of 150 kg/ha Phonska and 100 kg/ha SP36. Results showed that practicing of such technology was effective to increase soybean grain yield on swampland, achieving an average of 2.3 t/ha in Jambi and 1.9 t/ha in South Kalimantan. The Kepas technology was technically and financially considered feasible, with the R/C ratio of 2.02 and 1.46, and the B/C ratio of 1.02 and 0.46 in Jambi and South Kalimantan, respectively. Break even points (BEP) of applying Kepas technology was Rp 4,445 per kg of grain at a yield of 1.14 t/ha and Rp 5,818 per kg of grain at a yield of 1.30 t/ha in Jambi and South Kalimantan, respectively.
<p class="teks">Tumpangsari (TS) kedelai dengan padi gogo atau jagung merupakan salah satu strategi meningkatkan luas panen dan produksi kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model tanam TS padi gogo (pg)+ kedelai (kd) dan TS jagung (jg)+ kedelai (kd) yang optimal. Penelitian dilaksanakan di IP2TP Kendalpayak mulai Oktober 2018 hingga Januari 2019. Perlakuan terdiri atas kombinasi empat model tanam dengan dua varietas kedelai (Dega 1 dan Dena 1) termasuk pemupukannya pada TS pg+kd dan TS jg+kd. Varietas padi gogo dan jagung berturut-turut Inpago 10 dan Bima 19. Model tanam (M) pada TS pg+kd terdiri atas: M1: 75% pg + 91% kd tanpa pupuk, M2: 37% pg + 91% kd tanpa pupuk, M3: 37% pg + 152% kd dipupuk 23-36-30 kg/ha N, P, K + 1 t/ha pupuk kandang (pukan), dan M4: 18% pg+72% kd dipupuk 23-36-30 kg/ha N, P, K + 1 t/ha pukan. Padi gogo ditanam bersamaan dengan kedelai, dengan dosis pemupukan 144,5-52,5-52,5 kg/ha N, P, K + 1 t/ha pukan. Model tanam pada TS jg+kd terdiri atas: M1: 150% jg ditanam 3 minggu setelah kedelai + 114% kd dipupuk 38-15-15 kg/ha N, P, K, M2: 150% jg + 114% kd dipupuk 107-15-15 kg/ha N, P, K + 2,5 t/ha pukan, M3: 150% jg + 227% kd dipupuk seperti pada M2, dan M4: 52% jg + 70% kd dipupuk 23-36-36 kg/ha N, P, K + 1 t/ha pukan. Dosis pemupukan jagung 167,5-52,5-52,5 kg/ha N, P, K + 1 t/ha pukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model tanam optimal pada TS padi gogo + kedelai adalah Model 1 dan Model 2 menggunakan kedelai varietas Dega 1, dengan keuntungan masing-masing Rp9.086.500 dan Rp8.896.500/ha. Model yang optimal pada TS jagung + kedelai adalah Model 1 menggunakan kedelai varietas Dega 1 dengan keuntungan Rp20.121.400/ha. Masing-masing model tanam tersebut mempunyai keunggulan dalam hal produktivitas dan perolehan keuntungan dibandingkan model lainnya yang diuji. Oleh karena itu, pada TS padi gogo + kedelai dengan Model 1 atau Model 2 atau pada TS jagung + kedelai dengan Model 1 lebih dianjurkan menggunakan kedelai varietas Dega 1 dibandingkan Dena 1.<br /><br /></p>
The objective of this research was to determine growth and yield responses of three mungbean varieties to waterlogging duration. The experiment was conducted at a screenhouse of ILETRI, Malang, East Java, from October to December 2016 using Alfisol soil from Probolinggo, East Java. The experiment consisted of two factors that were laid out in a factorial randomized complete block design with three replications. The first factor was mungbean varieties, namely Sriti, Vima 1, and Vima 2. The second factor was waterlogging durations, namely 0, 2, 4, and 6 days. The waterlogging treatments started at 20 days after planting. Mungbean plants fertilized with 250 kg Phonska ha-1 at the time of planting. The results showed that waterlogging treatments had negative effects on growth of the three varieties, indicated by a reduction in stem dry weight and leaf dry weight of the plants. Sriti variety was tolerant to waterlogging, Vima 1 was moderate tolerant, and Vima 2 was sensitive.Keywords: Alfisol soil, Vigna radiata, waterlogging stress
The objective of this research was to determine the residual effect of fertilizer and former plant spacing of mungbean first planting on growth and yield of cowpea second planting in a dry land. The experiment was conducted at Muneng Research Field, Probolinggo, East Java during dry season in 2015. The cowpea seeds of KT 5 varieties were planted in plots measuring 4 m x 4,5 m with plant spacing of 40 cm x 15 cm, 2 plants/hole. This research was carried out without adding fertilizer (fertilizer application only given on mungbean planting). This experiment was laid out in a split plot design and replicated three times. Plant spacing of mungbean as the main plot, namely 1) former of 40 cm x 10 cm, 1 plant/hole (J1); 2) former of 40 cm x 15 cm, 2 plants/hole (J2); and 3) former of 40 cm x 20 cm, 2 plants/hole (J3). Residual combination of organic and inorganic fertilizers as the sub plot, namely 1) former without fertilizer (R0); 2) former of 50 kg ZA + 50 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha (R1); 3) former of 150 kg Phonska/ha (R2); 4) former of 5000 kg organic fertilizer/ha (R3); and 5) former of 75 kg Phonska + 2500 kg organic fertilizer/ha (R4). The results showed that the cultivation of cowpea with R3 and R4 treatments had effects on shoot and roots dry weights. The highest cowpea yield was obtained with J3 and R4 treatment of 1,62 t/ha and the highest biomass was obtained with J3 treatment of 5,92 t/ha, but statistically not significantly different from the other treatments. Keywords: cowpea, dry land, residual fertilizer
<p>Lahan pasang surut merupakan kawasan potensial untuk perluasan areal tanam kedelai namun kemasaman dan kejenuhan Al tanah yang tinggi, serta ketersediaan unsur hara yang rendah merupakan masalah yang harus dihadapi. Oleh karena itu perlu pengelolaan kesuburan tanah yang memadukan ameliorasi, pemupukan, pemanfaatan mikroorganisme, dan varietas yang adaptif. Tujuan penelitian adalah menguji kesesuaian varietas, pupuk organik, dan pupuk hayati untuk peningkatan produktivitas kedelai di lahan pasang surut. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe C di Jambi pada musim kemarau (Juni-Oktober) 2017 seluas 5 ha. Penelitian menggunakan rancangan percobaan petak terbagi, empat ulangan (petani kooperator sebagai ulangan). Petak utama adalah empat varietas kedelai (Anjasmoro, Dena 1, Deja 2, dan Devon 1), dan anak petak adalah tiga kombinasi pupuk organik dengan pupuk hayati Agrisoy (1.500 kg/ha pupuk kandang, 1.500 kg/ha pupuk kandang + Agrisoy, dan 1.500 kg/ha pupuk organik Santap M + Agrisoy). Pupuk dasar 200 kg/ha Phonska dan 100 kg/ha SP36 diaplikasikan pada semua perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai varietas Anjasmoro, Dena 1, Deja 2, dan Devon 1 dapat dikembangkan dengan baik pada lahan pasang surut tipe C dengan pH tanah 4,5 dan kejenuhan Al 32,35%, dengan menggunakan amelioran dolomit 1,5 t/ha dan pupuk kandang 1,5 t/ha. Empat varietas tersebut mampu menghasilkan biji kedelai >2 t/ha dengan penambahan 200 kg Phonska + 100 kg SP36/ha. Pada lahan pasang surut yang sudah biasa ditanami kedelai, tidak diperlukan tambahan pupuk hayati berbahan baku rhizobium. Penggunaan pupuk kandang untuk budi daya kedelai di lahan pasang surut, dari aspek ekonomi dan teknis (kemudahan mendapatkannya) lebih layak daripada penggunaan pupuk organik Santap M.</p>
<p>Peluang peningkatan produksi kacang hijau di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih terbuka luas walaupun ditemui adanya faktor pembatas dalam pengembangannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi permasalahan kacang hijau secara teknis dan sosial ekonomi, serta menyusun model dan strategi pengembangannya berdasarkan posisi peta bisnisnya. Penelitian dilakukan dengan metode survei menggunakan pendekatan PRA dan pengambilan sampel secara ‘purposive’. Pengolahan data dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang hijau potensial dikembangkan di Sumba Timur, tetapi terdapat kendala faktor internal dan eksternal (lingkungan). Potensi pengembangan kacang hijau di Sumba Timur ditunjukkan oleh faktor penguat berupa teknologi budi daya yang telah tersedia dan kesesuaian lahan untuk bertanam kacang hijau yang merupakan pengaruh internal usahatani. Pengaruh eksternal yang mendukung pengembangan kacang hijau adalah faktor peluang terdiri atas harga kacang hijau dan permintaan pasar yang tinggi. Selain itu juga ditemukan kelemahan pada faktor internal seperti produktivitas rendah, modal terbatas, kelompok tani pasif dan rasa puas petani dengan kehidupan yang ada (petani ‘laggard’). Pengaruh eksternal yang berpeluang menghambat pengembangan kacang hijau adalah rendahnya infrastruktur, kelangkaan tenaga kerja, serangan hama dan adanya tanaman kompetitor, misalnya jagung. Dengan menganalisis data yang diperoleh, disusun strategi dan prospek pengembangan kacang hijau pada kondisi skala usaha menguntungkan. Strategi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah strategi (S-O), yaitu peningkatan kapasitas hasil melalui pengelolaan intensif menggunakan teknologi baru (varietas dan teknik budi daya). Model yang sesuai untuk pengembangan kacang hijau di Sumba Timur NTT adalah model pengembangan kawasan usahatani kacang hijau berbasis korporasi.<br /><br /></p>
Waktu tanam memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman kedelai pada beberapa waktu tanam berbeda. Penelitian dilaksanakan di Desa Sesela dan kebon Indah Kecamatan Lombok Barat Nusa Tenggara Barat tahun 2017. Tanaman kedelai varietas Anjasmoro ditanam pada dua lokasi dan lima waktu berbeda antara bulan Juli dan Agustus dengan selisih antarwaktu tanam sekitar seminggu. Variabel pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah cabang, bobot biomasa, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang ditanam di awal periode menghasilkan pertumbuhan dan hasil lebih tinggi dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di akhir periode. Perbedaan lokasi berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kecuali pada komponen tinggi tanaman dan jumlah buku subur per tanaman.
scite is a Brooklyn-based startup that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2023 scite Inc. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers